Saderan, Tjinta Obat Djawa Tidak Besar Kepala

Pemain kesebelasan nasional jang tjinta “obat djawa”- tidak “besar kepala”- Mau bermain dikota2 ketjil manapun djuga - Bekas pemain “tjeker” kota Buaja.
Oleh : Pembantu “Liberal”

34 tahun jang lampau. Di kota Buaja ini. Dirumah keluarga Karnadi. Seorang pensiunan “kompeni”. Lahir seorang machluk laki2. Diberi nama Saderan. Kini tokoh dalam dunia sepakbola. Pemain Persibaja dan PSSI. Tulang-punggung Poris Surabaja.
Sedjak kanak2. Saderan memang gemar bersepakbola. Di lapangan hidjau, dipinggir djalan atau gang. Dan dimanapun djuga. Dengan bal djeruk, tenis atau apa sadja. Asal berbentuk bola.“Okey”, sudah! Untuk bersepakbola seteman.
Sebelum berkenalan dengan sepatu bal. Saderan masuk perkumpulan KVC (Kranggan Voetbal Club). Sebagai kiri-dalam tanpa sepatu. Lebih tegas disebut main “tjeker”.
 Pak Karnadi almarhum termasuk seorang penggemar sepakbola. Karenanja Saderan tidak pernah mendapat rintangan untuk bersepakbola. Bahkan diandjurkan pula. Meniru kepandaian ajahnja dilapang sepakbola. Nasehat dan petundjuk2 berharga diberikannja. Permainan Saderan makin hari makin tampak madju. Baik di kampongnja sendiri maupun di Sekolah Rakjat sampai ke Particuliere Ambachts School di Surabaja waktu itu.
Tahun 1936. Ia mulai beladjar kenal dengan sepatu bal. Masuk perkumpulan “Olievo”  di Surabaja. Bermain kanan luar klas II. Selama bernaung dibawah pandji “Olievo”. Banjak mendapat petundjuk dari Pak Sujitno. Seorang tokoh terkenal dari “Olievo” waktu itu. Pak Sujitno adalah guru pertama dari Saderan didunia sepakbola.
Tiga bulan di klas II. Naik ke klas I sebagai kanan-luar. Disamping kanan-luar. Ia beladjar dibagian2 lainnja. Hal ini berhasil djuga. Karena kedua kaki dan kepalanja “hidup”. Tendangan kaki kiri dan kanan serta kepalanja “lihay”. Ausdauer  memenuhi sjarat. Tehnik dan taktik sempurna.
Tahun 1938. Mendjadi pemain tjadangan Persibaja sebagai kanan-luar. Sampai 1940 mendjadi pemain tetap dari Persibaja. Sebagai gelandang kiri atau poros (spil).
Tahun 1940 — 1941. Bernaung dibawah pandji “Annasher” Surabaja. Suatu perkumpulan Arab anggota bond Belanda, SVB! Saderan terpilih djuga. Sebagai gelandang kiri dari SVB itu.
Djaman Djepang “Annasher” berganti nama “Al Fauz”. SVB dilikwidir mendjadi Persibaja. Bond Kota Buaja ini makin kuat pula. Saderan kembali ke “Oliveo”. Terpilih sebagai gelandang kiri Persibaja. Sampai sekarang ini.

PERSEBAYA 1948 – 1951
Berdiri Ki-Ka: Keis Elmensdorp, Tiong Khiem, Her Klouds, Pasqua (kiper), Peng Hwa, Saderan.

Duduk Ki-Ka: Hyan Bien, Liem Tiong Hoo, Hany Seeman, The San Liong, Janus Manuputty.
Surabaja berada dibawah telapak sepatu tentara Belanda. Tahun 1947 bersama2 kawannja Saderan mendirikan “Poris” (Persatuan Olahraga Indonesia Surabaja). Waktu itupun ia terpilih sebagai gelandang kiri dari Bond Surabaja didjaman pendudukan. Djuga “Poris” merupakan salah satu perkumpulan terkuat di Surabaja didjaman itu.
Saderan seorang pemain “all round”. Ditempatkan di bagian apa sadja “ok” Ketjuali sebagai pendjaga gawang. Selama hidupnja. Belum pernah keluar kegelanggang dalam suatu pertandingan sebagai pendjaga gawang.
Disamping ikut dalam perkumpulannja sendiri –Poris– tidak djarang Saderan “dipindjam” perkumpulan2 lain seperti HBS, Tionghoa, Bintang Timur (POMM) Surabaja dll. melawat kekota2 lain di Djawa atau luar Djawa.
Tahun 1950 pernah dibawa Tionghoa Surabaja melawat ke Singapore. Tahun 1951 “dipindjam” BBSA Djakarta melawat ke Singapore/Malaya. Tahun 1952 memperkuat ke XI PSSI dalam perlawatan ke Malaya. Tahun 1953 ikut ke XI nasional PSSI ke Manila, Hongkong, Bangkok. Atau lebih terkenal dengan Manila-Hongkong tour PSSI. Dalam PON II dan III Saderan ikut terpilih memperkuat regu PON Djawa timur. Baik di Djakarta maupun di Singapore/Malaya, Saderan pernah mendapat tawaran untuk bekerdja sebagai pemain sepakbola proffesional. Tapi semua itu tidak bisa diterima oleh Saderan. Ia berat dan tetap tjinta bertempat tinggal di Kota Buaja.

PERSEBAYA 1951

Berdiri Ki-Ka: Saderan, Ferdinandus, Mat Surip, Kek Kwie, Sidik, Peng Hwa.

Duduk Ki-Ka: Hassan, Liem Tiong Hoo, Stalder, The San Liong, Taihitu.
Meski sudah termasuk pemain Nasional. Saderan tidak “kepala besar”. Bermain dikota2 ketjil seperti Gresik, Djombang, Bangil, Pasuruan, Ponorogo, Turen (Malang Selatan) dll, tidak pernah menolak. Djustru dengan ikut bertanding dikota2 ketjil itulah ia merasa tidak langsung ikut serta memberi peladjaran/petundjuk2 kepada bibit2 muda betapa tjara bersepakbola.
Saderan sebagai ajah dari 4 orang anak. Tidak suka minum kopi dan makan pedas2. Tjuma rokok ,sedjak djaman Djepang hingga kini tidak bisa dipisahkan dari mulutnja.  Seorang perokok ia, djadinja!
Untuk mendjaga kondisi kesehatan badannja. Ia tjinta benar akan “obat djawa”. Terdiri dari kunir djae, telor dll. Tetumbuhan. Ibunja sendiri jang selalu membuat resep dan memasak “obat djawa” itu.
Disamping berlatih bersama kawan2 seperkumpulan. Tiap hari Saderan lontjat-tali (touwtjes springen) dirumahnja di Djl Tjandi Puro 5 Surabaja. Dan djuga berlari2 mengelilingi lapangan, tidak djauh dari rumahnja itu. Ini semua untuk memelihara nafas dan ketjepatan gerak-geriknja digelanggang sepakbola. Bulutangkis adalah salah satu tjabang olahraga jang djuga digemari oleh Saderan. Meski belum pernah ia berhadapan dengan Ferry Sonneville dan Edy Jusuf…….
Ditulis ulang dari : Liberal No.66 , 11 Desember 1954

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More